Rabu, 28 September 2011

PIDATO KETUA UMUM PARTAI SRI.

Pada Silaturahmi Idul Fitri, 15 September 2011.

Rekan-rekan seperjuangan dan hadirin yang kami hormati,
Dari mimbar ini kami menyampaikan Salam Integritas.

Selamat malam, selamat datang di Rumah Integritas, kantor Partai SRI dan SMI-Keadilan. Masih dalam suasana Idul Fitri, saya engucapkan minal 'aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Selebihnya, tentu adalah suasana politik. Oleh karena itu, setelah urusan maaf-memaafkan ini, perkenankanlah saya berbicara tentang politik, yaitu sebagai pernyataan kepada publik tentang pandangan Partai SRI menyangkut keadaan politik sekarang ini. Uraian ini sekaligus dimaksudkan sebagai garis politik bagi jajaran Partai SRI di segenap pelosok tanah air dari pusat sampai tingkat kecamatan.

Saudara-saudara yang budiman,

Pertama-tama, saya menyampaikan terima kasih kami, yaitu Pimpinan dan segenap Pengurus Partai SRI se-Indonesia, kepada para anggota, simpatisan, pendukung dan rekan-rekan sekalian, atas sikap dan pikiran suportif terhadap Partai ini. Bagaimanapun, kehangatan tali silaturahmi di antara kita adalah enersi utama yang mendorong Partai SRI mampu mengucapkan 'politik baru' di ruang politik nasional hari ini. Kepada rekan-rekan wartawan, sekaligus saya berterima kasih untuk simpati, obyektivitas dan sugesti yang saudara-saudara berikan pada kami sepanjang aktivitas kami selama ini. Kami menumpuk kliping berita saudara-saudara, sedemikian banyak sehingga ruang kerja saya sebagai ketua partai tergusur. Bagi kami, kekurangan ruang kerja masih lebih baik daripada kekurangan ruang publik.

Sahabat-sahabat yang baik,

Memang, inilah sesungguhnya prinsip Partai SRI : mengisi ruang publik dengan etika politik, agar warganegara dapat tumbuh sebagai produsen-produsen dan bukan sekadar konsumen demokrasi. Keinginan untuk menyaksikan Indonesia yang bermatabat adalah pekerjaan yang harus dimulai dengan menumbuhkan warganegara sebagai aktor aktif dalam demokrasi. Partai SRI berkehendak, dan sedang bekerja untuk tujuan itu. Jadi, bagi kami soal verifikasi partai politik hanyalah alat untuk menjalankan politik warganegara. Kami sadar bahwa itulah alat satu-satunya untuk mengucapkan politik demokrasi. Jadi, dengan segala daya dan upaya, kami sangat optimistik bahwa dalam beberapa minggu ke depan Partai ini akan resmi menjadi partai politik baru, partai yang dipersiapkan oleh orang-orang independen disediakan untuk warga negara independen dan mengusung figur presiden yang independen.

Kata 'independen' kami pilih untuk memperlihatkan secara jernih bahwa kemerosotan politik kita hari-hari ini tidak menyurutkan niat dan tekad sejumlah manusia Indonesia untuk tetap mencintai Republik, bekerja membersihkan dan memperbaiki kondisi buruk itu demi terwujudnya kemaslahatan bersama. Mereka itulah warga negara yang tidak tercemar korupsi, tidak memanfaatkan kedudukan politik untuk kepentingan pribadi atau kelompok, dan tidak mengejar kekuasaan dengan merendahkan martabat manusia. Kami menyebutnya sebagai 'rakyat independen', yang oleh dorongan integritas dan kecintaan kepada Indonesia, mau berkumpul dan berserikat untuk memulai suatu upaya pembenahan negeri ini. Dengan kata lain, 'rakyat independen' itulah yang memiliki Partai ini : Partai Serikat Rakyat Indpenden yang berlambang sapu lidi. Anda boleh menafsirkan lambang 'sapu lidi' itu sesuka hati. Tetapi sapu lidi adalah peralatan yang seharusnya dimiliki setiap orang, dan fungsinya adalah membersihkan. Sekali lagi, membersihkan ! Kita hadapkan sapu itu pertama-tama keatas, karena dari ataslah pembersihan itu harus dimulai.

Hadirin yang mulia,

Dalam ucapan Idul Fitri di media massa yang baru lalu, kami menyatakannya dalam ungkapan : 'bersihkan diri' (yang berlambangkan ketupat), lalu 'bersihkan negeri' (yang berlambangkan sapu lidi). Pesannya jelas : Pertama, untuk membersihkan negeri kita terlebih dahulu sebagai pribadi-pribadi, kita harus bersih. Adalah mustahil mengharapkan dari sebuah partai yang pimpinannya berlumuran 'lumpur', terlihat korupsi, mengemplang pajak, bermain politik uang dan menjungkirbalikkan akal sehat untuk melaksanakan pekerjaan besar itu : Bersihkan negeri ! Kedua, Partai ini ingin memisahkan 'urusan pribadi' dengan 'urusan publik'. Bagi kami, politik adalah urusan keadilan dan kesejahteraan publik, itulah semangat kita bernegara, semangat Republikanisme, lebih tepatnya republikanisme yang pluralistik, dalam bingkai Pancasila, yang merupakan asas Partai SRI.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Politik kita belakangan ini memang berada di dalam era yang amat kritis. Salah satu terpenting di antaranya adalah kasus korupsi yang melibatkan semua institusi politik utama kita : eksekutif, legislatif dan judikatif. Sebagaimana diberitakan media massa, dalam hal korupsi, rakyat hampir tidak bisa lagi membedakan antara satu partai dengan partai yang lain, maksud kami, parta-partai yang mendominasi kehidupan politik Indonesia saat ini. Para pemimpin dan kelompok-kelompok politik lebih banyak cekcok di seputar kepentingan pribadi dan golongan daripada mengurusi kemaslahatan bersama yang menjadi tujuan kehidupan bersama yang bernama republik.

Proklamasi 17 Agustus 1945, memamng, 'telah mengantarkan rakyat ke depan pintu gerbang kemerdekaan'. Sekali lagi, kedepan pintu gerbang kemerdekaan ! Dan sampai sekarang sebagian besar rakyat masih tetap berada di depan pintu gerbang itu dalam keadaan hidup terlunta-lunta dan tidak berdaya untuk mendayagunakan perannya sebagai warga negara dalam kehidupan berdemokrasi. Hanya segelintir orang, yaitu mereka yang memiliki kekayaan berlimpah atau mereka yang ditopang oleh orang-orang bergelimang uang, yang dapat melewati pintu gerbang kemerdekaan itu. Akibatnya, demokrasi telah bersenyawa dengan plutokrasi, demokrasi telah hidup berdampingan dengan oligarkhi.

Hadirin sekalian,

Situasi yang demikian itu tentu saja bertentangan dengan semangat kemerdekaan dan jiwa konstitusi kita. Bukan hanya itu. Situasi ini membuat rakyat tidak puas dan kehilangan kepercayaan pada politik, bahkan pada republik, sehingga mereka memilih sikap apatis atau nafsi-nafsi. Meski dapat dipahami, sikap demikian sungguh tidak sehat bagi demokrasi dan kehidupan bersama pada umumnya. Bersikap nafsi-nafsi dalam kehidupan politik, berarti atau sama saja membiarkan situasi buruk itu terus berlangsung.

Inilah kondisi yang juga menjadi bahan pertaruhan para petualang politik, yaitu mereka yang seolah-olah berpikir tentang perubahan, tapi sebetulnya sekedar hendak memancing di air keruh untuk kepentingan-kepentingan sempit kelompok. Sebagian mereka adalah para politik yang ketagihan kuasa dan tidak hendak melembagakan perjuangan perubahan politik dalam agenda formal demokrasi. Sebagian lagi adalah barisan sakit hati, yang memelihara dendam politik karena kepentingannya terhalang oleh politik reformasi. tetapi apapun motif dan alasanya, gerakan-gerakan itu pada akhirnya dapat, bahkan akan makin memerosotkan cita-cita dan institusi-institusi demokrasi yang sudah kita miliki sekarang ini.

Saudara-saudara yang budiman,

Tanpa alternatif kepemimpinan dan tanpa pengetahuan mendasar tentang kehidupan demokrasi, kita tidak mungkin menghasilkan perubahan bermutu bagi Republik ini. Tentu saja kita percaya pada suara rakyat, suara masyarakat sipil, suara akademisi. Tetapi hanya tokoh berintegritas yang layak mewakili suara-suara keadilan itu. Sebaliknya, tokoh-tokoh yang jelas-jelas punya masalah besar dengan 'integritas' dirinya, seharusnya menyadari sepenuhnya bahwa ambisi-ambisi berlebih yang sedang mereka upayakan itu justru hanya akan merusak sendi-sendi dasar kehidupan demokrasi kita. Politik bagaimanapun harus tumbuh dalam prinsip-prinsip etika, nilai demokrasi dan aturan konstitusi.

Kepemimpinan Indonesia ke depan, haruslah bertumpu pada kekuatan kebijakan publik. Itu tentu mensyaratkan kejujuran seorang pemimpin agar mampu memisahkan mana soal-soal publik juga mempersyaratkan kemampuan profesional, yaitu keahlian dan penguasaan masalah, Dan pada akhirnya, kepemimpinan berarti ketegasan dalam memutuskan dan mengambil tanggungjawab. Itulah sebabnya Partai ini hendak memastikan kepemimpinan Indonesia periode berikutnya pada seseorang yang Jujur, Tegas dan Mampu. Samapai pada saat ini, kualitas itu ada pada satu nama : Sri Mulyani Indrawati.

Para sahabat yang baik,

Di dalam kualitas itulah, kita bekerja untuk masa depan. Membayangkan Indonesia yang bersih, berarti membayangkan kebahagiaan generasi baru. Infrastruktur keadilan harus kita bangun demi mereka. Demokrasi yang sehat harus menjadi warisan bagi mereka, jiwa warga negara yang Independen, harus tumbuh dalam diri mereka. Itulah Republik Indonesia yang kita cita-citakan.

Jadi, bila hari ini kita mulai mengaktifkan keinginan kita untuk membersihkan Indonesia, maka teruslah percaya pada hasil akhir yang pasti berwujud. Partai SRI adalah kesempatan yang mungkin menjadi peralatan kita. Tapi lebih dari itu, dalam semua kesempatan yang tersedia, di mana pun kita terlibat dengan ide keadilan dan kemakmuran, selalu ada sapu lidi ditangan kita masing-masing, yang segera kita angkat dengan cara kita masing-masing, untuk membersihkan negeri ini. Itulah partisipasi warga negara yang secara aktif ingin menjadi pemuka demokrasi, pemimpin perubahan, peletak harapan generasi baru.

Dari mimbar ini, saya serukan marilah kita merapatkan barisan !

Terima kasih, dan Salam Integritas.

D, Taufan
Ketua Umum Partai SRI

Jumat, 23 September 2011

Reshuffle untuk Cari Uang Jelang Pemilu 2014.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mencium gelagat busuk dibalik isu reshuffle beberapa menteri. Reshuffle dinilai sebagai bagian dari politik untuk mencari uang demi mengencangkan pundi-pundi menghadapi Pemilu 2014.
       Sekjen PKS Anis Matta secara gamblang mengatakan gelagat itu terlihat dari isu pergantian di beberapa kementerian basah seperti Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
       Kita melihat gelagat isu ini lebih berorientasi pada pengaturan logistik 2014 ketimbang perbaikan kinerja kabinet, ujar Anis di Gedung DPR, Jakarta kemarin.
       Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDIP Pramono Anung mengatakan reshuffle kali ini merupakan momen terakhir Presiden Yudhoyono untuk menunjukkan prestasi di hadapan publik. Pramono juga meminta reshuffle dilakukan atas alasan kinerja dan moralitas, bukan karena kepentingan lobi-lobi politik.
     
Reshuffle Oktober.
      Reshuffle kabinet dipastikan terlaksana pada Oktober. Selain menteri berkinerja buruk, menteri yang mengalami masalah hukum juga akan diganti.
       Presiden memberikan kepastian itu dihadapan pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
       Bahwa setelah dua tahun bekerja, siapa yang mampu, siapa yang kena masalah dan siapa yang sakit, beliau nanti akan putuskan bulan depan, ujar Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi seusai pertemuan dengan Presiden di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta kemarin.
       Sofjan mengakui para pengusaha sengaja mendesak Presiden untuk terbuka atas rencana reshuffle kabinet. Kalau mau ada reshuffle, ya reshuffle. Jangan membuat semua resah dan kita tidak bisa kerja.
       Sebelumnya, Presiden kemarin meminta masyarakat bersabar untuk menunggu kepastian reshuffle kabinet. Tunggu tanggal mainnya, ujarnya kepada wartawan ketika hendak menerima pengurus Yayasan Batik Indonesia (YBI) di Kantor Presiden, Jakarta.

Senin, 19 September 2011

Sri Mulyani Indrawati

Sri Mulyani Indrawati adalah wanita sekaligus orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Jabatan ini diembannya mulai 1 Juni 2010. Sebelumnya, dia menjabat Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu. Begitu, dia berkantor di Kantor Bank Dunia, dia praktis meninggalkan jabatannya sebagai menteri keuangan. Sebelum menjabat menteri keuangan, dia menjabat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dari Kabinet Indonesia Bersatu. Sri Mulyani sebelumnya dikenal sebagai seorang pengamat ekonomi di Indonesia. Ia menjabat Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) sejak Juni 1998. Pada 5 Desember 2005, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan perombakan kabinet, Sri Mulyani dipindahkan menjadi Menteri Keuangan menggantikan Jusuf Anwar. Sejak tahun 2008, ia menjabat Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, setelah Menko Perekonomian Dr. Boediono dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Sabtu, 10 September 2011

Bursa Capres di Titik Nadir.

Sejumlah nama calon presiden untuk pilpres 2014 bermunculan. Calon dari partai besar dan calon yang memiliki trah politik dianggap punya peluang terbaik. Tokoh alternatif bisa saja mencuat akibat ketidakpercayaan publik kepada parpol.

       Kick-off pemilihan presiden 2014 memang masih lama. Namun hal itu tidak mengurangi minat para politikus, analis politik dan lembaga-lembaga survei untuk mulai membicarakan peluang para tokoh yang potensial maju sebagai calon presiden (capres). Nama-nama pimpinan partai politik banyak mendominasi bursa capres 2014 pada saat ini. Ada juga tokoh-tokoh pimpinan lembaga negara.
       Survei yang dirilis Institute for Strategic and Public Policy Research (Inspire), akhir April lalu, menempatkan nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum di urutan pertama kandidat capres 2014 dengan (16,8 %) suara. Berikutnya, ada nama Megawati Soekarnoputri (14,8%), Prabowo Subianto (12,9%), Wiranto (8,9%), Aburizal Bakrie (7,7%), Hatta Rajasa (3,8%), Muhaimin Iskandar (2,1%), Luthfi H.Ishak (1,6%) dan Suryadharma Ali (1,5%).
       Nama-nama itu tentu bukan harga mati. Posisi Anas misalnya mulai meragukan akibat "nyanyian" tersangka kasus korupsi Wisma Atlet, M. Nazaruddin. Maka, nama-nama baru pun terus bermunculan. Pengamat politik dari Sugeng Sarjadi Syndicate, Sukardi Rinakit misalnya sempat memunculkan nama Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Nama-nama lain yang disebut Sukardi adalah Sri Mulyani Indrawati, Puan Maharani dan Ibu Negara Ani Yudhoyono.
       Nama Sri Mulyani mulai menguat setelah para pendukungnya resmi membentuk Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) untuk mengusungnya. Nama Ani Yudhoyono dimunculkan oleh juru bicara partai Demokrat, Ruhut Sitompul. Sedangkan nama Puan Maharani mencuat setelah Megawati disebutkan tidak akan mencalonkan diri lagi.
       Di luar itu, muncul pula nama Menkopolhukkam, Djoko Suyanto yang kabarnya diajukan Partai Keadilan Sejahtera. Ada juga nama Surya Paloh, KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo dan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Adalah Sekretaris Jenderal Partai Nasional Republik (Nasrep), Edy Waluyo yang memunculkan nama Tommy. Sekarang masih menyiapkan kendaraan politik. Jika sudah ada, baru Nasrep bicara strategi pemenangan, kata Edy soal pencalonan Tommy.
       Lantas bagaimana peluang mereka ? Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya menyebutkan bahwa Pemilu 2014 adalah titik nadir pesimisme publik terhadap demokrasi Indonesia. Harusnya betul-betul menjadi masa bagi capres bicara program, untuk menanggulangi pesimisme publik, katanya. Ia menilai, pemilih kritis akan banyak yang memilih menjadi golput.
       Karena itu, tokoh-tokoh yang punya loyalis di partainya seperti Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla atau Aburizal Bakrie akan diuntungkan. Begitu pula tokoh yang punya trah politik terhormat, seperti Puan Maharani dan Tommy Soeharto bisa saja ikut berjaya.
Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro menyebutkan bahwa tokoh yang diusung partai besar seperti Golkar, PDI Perjuangan dan Partai Demokrat memiliki peluang besar. Tetapi tiga partai itu harus hati-hati memilih calon karena, menurut Zuhro pemilih tidak akan memilih tokoh yang punya beban di masa lalu. Ada distrust yang besar dari publik yang tidak ingin calon-calon yang terbebani masa lalu itu muncul, ujarnya.
       Disinilah tokoh-tokoh "tandingan" bisa memiliki peluang. Ia menyebutkan, Sri Mulyani dan Mahfud MD bisa menjadi alternatif. "Keduanya masih di atas angin. Alasannya, kayaknya Indonesia butuh pendekar hukum dan pendekar ekonomi", kata Siti Zuhro.

Kamis, 08 September 2011

Banyak Parpol Baru Tak Penuhi Syarat.

Bisa Jadi, Satu Partai yang Lolos.
       Aturan ketat pendirian parpol bakal menyeleksi petualangan yang ingin mempunyai kendaraan politik baru. Perkembangan proses verifikasi yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan hanya satu dua parpol yang memenuhi syarat untuk mendapat badan hukum.
       Tiga (parpol yang lolos) itu paling banyak. Namun, bisa saja yang lolos hanya dua atau satu (parpol), kata Aidir Amin Daud direktur jenderal administrasi hukum umum, di gedung parlemen Jakarta, kemarin.
       Menurut Aidir, jika melihat proses verifikasi parpol yang masih berjalan hingga kini, ada tanda-tanda bahwa mayoritas partai pendaftar gagal memenuhi aturan UU Parpol. Salah satu kelemahan partai pendaftar verifikasi saat ini adalah kurangnya kepengurusan di daerah. Terutama di kabupaten / kota dan kecamatan, ujarnya.
       Tidak berarti, kata Aidir partai yang saat ini ikut verifikasi mayoritas tidak serius. Aidir meyakini mereka memiliki komitmen untuk berpartisipasi. Hanya memenuhi syarat kepengurusan 75 persen di kabupaten / kota dan 50 persen di kecamatan memang tidak mudah. Syarat itu berat, memang berat, ujar mantan wartawan Fajar itu.
       Apakah masih ada waktu untuk perbaikan. Aidir menegaskan bahwa batasannya adalah 22 September nanti. Namun, dalam hal ini Kemenkum HAM tidak dalam posisi proaktif menyampaikan berkas apa yang kurang. Justru, partai peserta verifikasi yang harus datang sendiri untuk melengkapi. Kalau merasa masih kurang, silahkan dilengkapi. Batasnya 22 September, tegasnya.
       Selain soal verifikasi dokumen, Aidir menyatakan bahwa Kementerian Hukum dan HAM akan melakukan verifikasi faktual. Sebanyak 14 partai mengikuti verifikasi parpol di Kemenkum HAM sejak 22 Agustus lalu.
       Secara terpisah, sumber Jawa Pos di Kementerian Hukum dan HAM menyebutkan, setidaknya saat ini ada empat parpol yang berkasnya memenuhi persyaratan sebagaimana UU Parpol. Empat parpol iti adalah Partai Nasdem, Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara (PKBN), Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) dan Partai Karya Republik. Nasdem dan PKBN lengkap. Namun, Nasdem saat ini yang paling lengkap, ujar sumber itu.
       Kelengkapan itu, ujar sumber tersebut baru didasarkan pada pemeriksaan dokumen. Verifikasi faktual akan diselesaikan pada 20 September nanti.

Kader Parpol Boleh Masuk KPU.

Hasil Kompromi DPR-Pemerintah.
       Kepentingan pragmatis parpol (partai politik) semakin mencengkeram dalam pemilu mendatang. Dalam pembahasan RUU penyelenggara pemilu kemarin disepakati bahwa kader parpol boleh menjadi anggota KPU. Syaratnya sederhana, mundur saat pendaftaran.
       Kemenangan parpol itu merupakan hasil kompromi dengan pihak pemerintah yang mengakomodasi keinginan masing-masing pihak. Pemerintah setuju anggota parpol aktif cukup mengundurkan diri saat mendaftar sebagai calon anggota KPU. Sebagai barternya, DPR melunak dengan memperbolehkan wakil pemerintah masuk di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
       Kita sudah sepakat, lobi setuju orang parpol tetap tidak boleh ada di KPU, tapi pada saat mendaftar dia mundur. Adapun permintaan pemerintah untuk ikut di DKPP dipahami teman-teman, kata Ganjar Pranowo. Wakil Ketua Komisi II DPR, di gedung DPR kemarin.
       Padahal, sebelumnya para anggota KPU dari kalangan independen. Ini dilakukan agar KPU bisa netral. Namun dengan masuknya orang parpol, yang berpotensi menjadi anggota  KPU adalah kader parpol besar. Sebab, yang menyeleksi anggota KPU adalah anggota DPR sendiri. Tentu fraksi besar seperti PDIP, Golkar dan Demokrat sangat diuntungkan.
         Menurut Ganjar, lobi antara DPR dan pemerintah itu digelar pada Selasa lalu. Pemerintah dan DPR sepakat menghapus ketentuan pasal 11 huruf i dan pasal 86 huruf i yang melarang anggota partai politik untuk menjadi anggota KPU / Bawaslu kecuali sudah tidak lagi sekurang-kurangnya lima tahun pada saat mendaftar. berdasarkan hasil lobi, apabila ingin menjadi anggota KPU / Bawaslu, anggota parpol cukup mengundurkan diri saat pendaftaran.
       Saat ini, siapa yang menjamin orang mundur lima tahun atau bahkan 10 tahun bisa netral. Karena itu, dibuat syarat orang parpol mundur saat mendaftar, ujarnya.
       Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Hanura Akbar Faisal menambahkan, terkait pasal DKPP yang memasukkan unsur pemerintah, semula fraksinya dan beberapa fraksi lain tidak setuju. Hal itu karena pemerintah dipandang tidak memiliki kepentingan untuk berada dalam keanggotaan DKPP yang mengurusi etik penyelenggaraan pemilu.
       Tapi, setelah kita lobi akhirnya oke, pemerintah boleh ada di DKPP, ujarnya secara terpisah.
      

Rabu, 07 September 2011

Surya Paloh Cerai dari Golkar.

       Surya Paloh, mantan ketua Dewan Penasehat Golkar, memilih cerai dari partai yang membesarkan namanya itu. Paloh memutuskan untuk berkonsentrasi mengurus Nasdem (Nasional Demokrat) yang dia dirikan setelah kalah dalam pemilihan Ketum Golkar.
       Paloh meninggalkan partai berlambang beringin setelah diultimatum DPP Golkar. Inti ultimatum, kader Golkar di Nasdem harus memilih meninggalkan Golkar bila tetap di Nasdem atau kembali ke Golkar dan keluar dari Nasdem. Paloh memilih tetap di Nasdem.
       Saya secara resmi menyatakan diri keluar dari Partai Golkar, ujar Paloh dalam keterangan di Kantor DPP Ormas Nasdem, Jakarta kemarin.
       Dengan mengenakan kemeja putih dan dasi hitam, Paloh duduk di sebuah meja kerja untuk menyampaikan keterangan resmi. Di belakangnya, tampak latar bendera Merah Putih yang didampingi bendera Ormas Nasdem.
       Saya antiklimaks di Golkar karena Golkar saat ini sudah tidak membutuhkan saya. Saya pun tidak membutuhkan Golkar lagi, ujarnya.
       Salah satu yang membuatnya kecewa adalah pemahaman yang salah atas adanya Ormas Nasdem yang dikaitkan dengan Partai Nasdem.
       Memang, menurut Paloh, ada kesamaan dari sejumlah pengurus Ormas Nasdem yang juga menjadi pengurus Partai Nasdem. Para pengurus Partai Nasdem memang rata-rata adalah aktivis muda di Ormas Nasdem. Namun, kesamaan itu tidak menjadikan Ormas Nasdem dan Partai Nasdem terkait satu sama lain. Jika itu terkait dengan kesamaan logo dan warna (Partai Nasdem), bukan kepada saya itu ditanyakan, jelasnya.
       Sebelumnya, Sri Sultan HB X mundur dari Nasdem, lalu kembali ke Golkar. Sultan kecewa karena Nasdem berubah menjadi Parpol.